“HASIL PEMERIKSAAN ATAS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DAN KEPATUHAN TERHADAP KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN”
Ikuti berita populer lainnya di Google News SAMUDERAKEPRI
Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp SAMUDERA KEPRI
Tanjungpinang, SK.co.id – Hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tanjungpinang TA 2022 mengungkapkan permasalahan-permasalahan terkait kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan sebanyak delapan temuan pemeriksaan, dengan rincian sebagai berikut:
Penatausahaan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan Belum Tertib Pemerintah Kota Tanjungpinang pada TA 2022 menganggarkan dan merealisasikan pendapatan retribusi dalam LRA untuk tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2022 yaitu masing-masing sebesar Rp7.917.650.000,00 dan Rp4.310.291.881,00 atau sebesar 54,44%.
Jumlah tersebut mengalami kenaikan senilai Rp1.293.988.513,00 atau sebesar 42,90% dibandingkan dengan realisasi pendapatan retribusi dalam LRA audited Tahun 2021 yaitu senilai Rp3.016.303.368,00. Pendapatan retribusi tersebut termasuk retribusi pelayanan persampahan/kebersihan dengan realisasi penerimaan sebesar Rp1.182.735.000,00 atau 53,28% dari anggaran sebesar Rp2.220.000.000,00 pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Hasil pemeriksaan secara uji petik atas pengelolaan pendapatan retribusi pelayanan persampahan diketahui terdapat permasalahan, dengan uraian sebagai berikut:
Terdapat potensi penerimaan atas wajib retribusi pelayanan persampahan yang belum ditetapkan Hasil analisis data dan konfirmasi kepada Wajib Retribusi (WR) secara uji petik diketahui bahwa terdapat objek retribusi perkantoran yaitu sekolah/lembaga pendidikan yang belum ditetapkan sebagai WR.
Hasil konfirmasi kepada 79 sekolah di Kota Tanjungpinang, menunjukkan bahwa terdapat empat sekolah yang telah mendapatkan pelayanan persampahan dari DLH namun belum ditetapkan sebagai WR antara lain SDN 02 Bukit Bestari, SDN 6 Bukit Bestari, SMPN 08 Tanjungpinang, dan SMPS Djuwitas Tanjungpinang.
Pihak sekolah belum pernah mendapatkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau penagihan atas retribusi pelayanan persampahan dan belum mengetahui kewajiban untuk membayar retribusi tersebut.
Atas kondisi tersebut terdapat potensi penerimaan atas wajib retribusi pelayanan persampahan yang belum ditetapkan senilai Rp2.400.000,00 (Rp50.000,00 x 12 bulan x 4 Sekolah).
Penatausahaan SKRD tidak tertib
Hasil analisis dokumen SKRD dan wawancara diketahui permasalahan sebagai berikut: 1) Format SKRD belum memuat uraian tanggal jatuh tempo sesuai format yang ditetapkan dalam Peraturan Wali Kota Nomor 82 Tahun 2021; 2) Penetapan SKRD tidak dilakukan secara berurutan berdasarkan tanggal SKRD diterbitkan.
Penomoran SKRD tidak urut sesuai tanggal dan bulan ditetapkan. Bendahara Penerimaan dalam keterangannya menyampaikan bahwa pencetakan SKRD tidak dilakukan secara rutin tiap bulan atas setiap WR sehingga terdapat SKRD belum terbit untuk WR yang sudah mendapatkan pelayanan; 3) Penetapan SKRD tidak berdasarkan masa retribusi yang seharusnya ditetapkan. Berdasarkan register SKRD, terdapat variasi masa retribusi yang ditetapkan dalam SKRD antara lain masa retribusi satu tahun yaitu Januari s.d Desember 2022 pada satu SKRD, masa periode untuk satu s.d enam bulan dan seterusnya pada satu SKRD, yang dirincikan dalam Lampiran 1.
Bendahara Penerimaan dalam keterangannya menyampaikan bahwa penerbitan SKRD hanya dilakukan atas data WR yang rutin membayar retribusi dan sesuai permintaan WR atas jumlah bulan yang ingin dibayar sehingga terdapat perbedaan penetapan masa retribusi; dan 4) DLH belum menerapkan denda/sanksi keterlambatan pembayaran retribusi terhadap WR yang terlambat membayar.
Buku penerimaan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan tidak dibuat
Bendahara penerimaan tidak membuat buku penerimaan retribusi pelayanan persampahan setiap bulan masa retribusi sesuai dengan Peraturan Wali Kota Nomor 82 Tahun 2021.
Penatausahaan dan pelaporan retribusi persampahan belum tertib
Juru pungut membuat laporan penerimaan retribusi berupa data wajib retribusi. Laporan tersebut berisi kolom daftar wajib retribusi, checklist pembayaran retrribusi yang dipungut melalui SKRD dan karcis, serta keterangan apakah toko/restoran/ruko masih beroperasional atau tutup berdasarkan kondisi lapangan.
Laporan dibuat oleh masing-masing juru pungut sesuai wilayah pembagian pemungutan retribusi yang selanjutnya diberikan ke Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan.
Atas WR yang dipungut menggunakan karcis dan sudah melakukan pembayaran dicatat dalam laporan penerimaan retribusi juru pungut. Pemungutan retribusi melalui karcis yang telah digunakan oleh juru pungut tidak memuat nama WR.
Nama WR yang sudah membayar hanya diketahui oleh Bidang Pengelolaan Persampahan. Bendahara menjelaskan bahwa belum terdapat laporan atau data piutang retribusi pelayanan persampahan karena bendahara penerimaan tidak memiliki data pendukung dari Bidang Pengelolaan Persampahan antara lain laporan penerimaan retribusi, dan catatan pembayaran WR yang dipungut melalui SKRD.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a) Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Umum, Pasal 74 dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang bayar maksimal 12 bulan dan ditagih dengan menggunakan STRD atau dokumen lain yang dipersamakan:
b) Peraturan Wali Kota Tanjungpinang Nomor 82 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan yaitu:
1) Pasal 12 ayat 1 yang menyatakan bahwa pembayaran retribusi pelayanan persampahan/kebersihan dilakukan melalui petugas pemungutan atau di tempat pemungutan atau secara nontunai terhadap setiap pelayanan atau setiap bulan masa retribusi;
2) Pasal 12 ayat 2 yang menyatakan bahwa pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam buku penerimaan oleh Bendahara Penerima; dan
3) Pasal 14 yang menyatakan bahwa bentuk SKRD atau karcis retribusi, STRD dan SSRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (2) dan Pasal 13 sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a) Kehilangan potensi penerimaan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan minimal senilai Rp2.400.000,00;
b) Risiko penyalahgunaan penerimaan retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan; dan
c) Penyajian piutang retribusi pelayanan persampahan belum sesuai kondisi sebenarnya. Kondisi tersebut disebabkan:
a) Kepala Seksi Pengurangan Sampah tidak melaporkan data penerima layanan secara tertib dan tepat waktu kepada kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk ditetapkan sebagai WR;
b) DLH tidak mengadministrasikan penerbitan SKRD kegiatan pemungutan, penyetoran, dan tunggakan secara tertib. Atas permasalahan tersebut, Kepala DLH menyatakan sependapat dengan temuan tersebut, dan akan melakukan perbaikan kedepannya dengan memperhatikan hasil pemeriksaan BPK.
BPK merekomendasikan Wali Kota Tanjungpinang memerintahkan:
a) Sekretaris Daerah berkoordinasi dengan Kepala DLH dan Kepala BPKAD untuk menerbitkan SOP tentang penatausahaan retribusi persampahan yang antara lain mengatur tentang:
1) Mekanisme pendataan subjek dan objek retribusi serta penetapan NPWRD;
2) Format, penomoran dan penerbitan SKRD;
3) Denda/sanksi keterlambatan pembayaran retribusi;
4) Mekanisme pencatatan dan pelaporan pemungutan retribusi pada bendahara penerimaan, juru pungut, Kepala Seksi Pengurangan Sampah, Kepala Sub Bagian Keuangan; dan
5) Rekonsiliasi data pemungutan sampah antara bendahara penerimaan dengan juru pungut dan Kepala Seksi Pengurangan Sampah.
b) Kepala DLH mensosialisasikan SOP tersebut kepada bendahara penerimaan, juru pungut, Kepala Seksi Pengurangan Sampah, Kepala Sub Bagian Keuangan di lingkungan DLH; dan
c) Kepala DLH mengevaluasi penerapan SOP tentang penatausahaan retribusi persampahan dan melaporkan hasilnya kepada Wali Kota. (Temuan BPK Bagian II / Bersambung……)