fbpx
Jumat, Maret 29, 2024
spot_img
BerandaOpiniRefleksi Sumpah Pemuda dan Spirit Kepemimpinan Muda Indonesia Dalam Menjaga Keutuhan NKRI...

Refleksi Sumpah Pemuda dan Spirit Kepemimpinan Muda Indonesia Dalam Menjaga Keutuhan NKRI di Tengah Pandemi Corona Covid-19

Refleksi Sumpah Pemuda dan Spirit Kepemimpinan Muda Indonesia Dalam Menjaga Keutuhan NKRI di Tengah Pandemi Corona Covid-19
Oleh: Pradikta Andi Alvat
Refleksi Historis Peristiwa Sumpah Pemuda 1928
Refleksi Sumpah Pemuda Dan Spirit Kepemimpinan Muda Indonesia Dalam Menjaga Keutuhan NKRI dii Tengah Pandemi Corona
Pradikta Andi Alvat

Opini, SK.co.id – Secara retrospektif, spirit persatuan dan kesatuan nasional untuk mencapai kemerdekaan tumbuh dalam 2 tahap. Pertama, tahap sebelum era 1908. Pada era ini spirit persatuan dan kesatuan nasional belum terbentuk. Perjuangan untuk melawan penjajah masih menggunakan pendekatan fisik, sporadis, serta bersifat kedaerahan. Selain itu, spirit dan goals dari pada kebersatuan untuk mencapai Indonesia merdeka juga belum tumbuh.

Kedua, tahap sesudah 1908. Era ini ditandai dengan tumbuhnya spirit dan goals dalam kebersatuan untuk mencapai kemerdekaan. Era ini dimulai dengan terbentuknya organisasi pergerakan nasional pertama, Budi Utomo pada 20 Mei 1908. Lahirnya Budi Utomo sendiri menjadi embrio bagi tumbuhnya spirit dan kelembagaan organisasi nasional untuk mencapai kemerdekaan. Pada 1912 berdiri Indische Partij yang merupakan organisasi politik pertama nasional, kemudian pada tahun 1927 lahir PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia) yang diprakarsai oleh Ir. Soekarno. Selanjutnya, titik kulminasi dari pada konsolidasi spirit persatuan dan kesatuan untuk meraih kemerdekaan adalah peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

Peristiwa Sumpah Pemuda sendiri merupakan momen simbolis yang menjadi pintal akomodasi dan sarana aktualisasi semangat persatuan dan kesatuan dalam bingkai kebhinekaan Indonesia. Sumpah Pemuda adalah tonggak dari rasa kesadaran kolektif sebagai sebuah bangsa. Ikrar Sumpah Pemuda menjelma sebagai kristalisasi spirit untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia. Menurut buku Sejarah Pergerakan Nasional (2015), munculnya Sumpah Pemuda sendiri dilatarbelakangi oleh tumbuhnya organisasi pemuda di berbagai daerah pada 1920-an. Organisasi pemuda ini bertujuan untuk mengusir penjajah dari daerahnya. Lahirnya organisasi pemuda di berbagai daerah menumbuhkan kesadaran kolektif untuk mengkosolidasikan spirit melawan penjajah secara terorganisir dan sinergis.

Akhirnya, pada tanggal 30 April 1926 digelar Kongres Pemuda I sebagai wadah konsolidasi organisasi pemuda yang menghasilkan dua poin penting. Pertama, cita-cita Indonesia merdeka menjadi cita-cita pemuda Indonesia. Kedua, semua perkumpulan pemuda berdaya upaya menggalang persatuan organisasi pemuda dalam satu wadah. Setelah Kongres Pemuda I, pada 27-28 Oktober 1928 digelar Kongres Pemuda II yang digagas oleh Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI). Kongres Pemuda II dihadiri oleh organisasi-organanisasi pemuda dari berbagai penjuru daerah seperti: Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Pemuda Indonesia, Jong Ambon, Jong Bataks Bond,

Katholikee Jongelingen Bond, Pemuda Kaum Betawi, PPPI dan lainnya. Ada dua peristiwa penting yang terjadi dalam Kongres Pemuda II. Pertama, berkumandangnya untuk pertama kali lagu Indonesia raya. Kedua, lahirnya ikrar Sumpah Pemuda yang menjadi tonggak dan simbolisitas semangat kebersatuan dalam kebhinekaan bangsa.

Berikut isi ikrar Sumpah Pemuda.

Pertama:
Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia

Kedua:
Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia

Ketiga:
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia


Peristiwa Sumpah Pemuda adalah sejarah besar bangsa Indonesia. Peristiwa Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa untuk mencapai tujuan besar (merdeka) tidak bisa dilakukan secara parsial dan sporadis namun harus dilakukan secara kolektif, sinergis, dan inklusif. Basic values yang tersirat dari peristiwa Sumpah Pemdua adalah kebersamaan, persaudaraan, tanggung jawab, toleransi, kebhinekaan, dan berwawasan nasionalisme. Saya kira nilai-nilai seperti itu sangat relevan untuk ditransplantasi sebagai prinsip dasar kepemimpinan muda saat ini dalam menghadapai tantangan aktual (pandemi corona).

Peristiwa Sumpah Pemuda telah berhasil meninggalkan legacy atau makna penting bagi perjalanan bangsa ini secara umum maupun generasi pemuda selanjutnya secara khusus. Pertama, pemuda Indonesia memiliki peranan penting dalam historisitas berdirinya negara Indonesia. Kedua, peristiwa Sumpah Pemuda menjadi bukti sahih bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk memiliki spirit kebersatuan dalam kebhinekaan secara alamiah. Ketiga, peristiwa Sumpah Pemuda memberikan pembelajaran penting bahwa tujuan-tujuan besar hanya bisa dicapai dengan adanya konsolidasi dan persatuan dari beragam dimensi-dimensi perbedaan.

Tantangan di Tengah Pandemi Corona

Jika kita cermati, ada persamaan antara kondisi Indonesia di saat peristiwa Sumpah Pemuda dan kondisi Indonesia dewasa ini. Persamaan tersebut adalah terkait adanya musuh bersama. Jika di saat peristiwa Sumpah Pemuda bangsa Indonesia memiliki musuh bersama, bernama penjajah. Maka, saat ini Indonesia bahkan seluruh dunia memiliki musuh bersama bernama Covid-19. Konkretnya, Covid-19 kini menjelma sebagai musuh bersama umat manusia di seluruh penjuru dunia.

Dilansir dari covid19.go.id, hingga tanggal 24 Oktober 2020, korban terkonfirmasi positif virus corona di Indonesia tercatat sebanyak 385.980 jiwa, 309.219 sembuh, dan 13.205 meninggal dunia. Data tersebut merefleksikan realitas bahwa pandemi corona masih menjadi ancaman nyata bagi tata kehidupan negara baik secara makro maupun secara mikro. Secara makro, pertumbuhan ekonomi negara terhambat, pertumbuhan sektor pariwisata menurun drastis, sektor pendidikan juga terkendala, terlebih pada sektor kesehatan, keselamatan jutaan jiwa manusia Indonesia tengah terancam.

Di sisi lain, secara mikro, kondisi perekonomian masyarakat juga tersendat. Banyak masyarakat kehilangan pekerjaan karena pemutusan hubungan kerja, di sektor usaha mikro kecil menengah juga terjadi penuruan pendapatan yang signifikan, kemudian konsolidasi kewargaan juga berpotensi menurun mengingat setiap individu challengging akan eksistensi dirinya sendiri di saat kondisi sulit.

Konkretnya, pandemi Covid-19 memberikan implikasi destruktif bagi tata kehidupan negara secara sistematis. Covid-19 menjelma sebagai ancaman serius bagi ketahanan nasional dan keutuhan NKRI mengingat Covid-19 mampu menciptakan sebuah kondisi in-stabilitas ekonomi maupun in-stabilitas sosial yang sangat berbahaya jika berlangsung secara masif dalam intensitas waktu yang lama. Jika Covid-19 berlangsung secara masif dalam intensitas waktu yang lama, maka alokasi sumber daya nasional baik secara fisik maupun non-fisik akan terkuras. Dan hal ini pada akhirnya akan memberikan ekses negatif bagi keutuhan dan eksistensi NKRI. Misalnya terjadi chaos secara meluas atau masuknya intervensi asing dengan memanfaatkan in-stabilitas Indonesia.

Di sisi lain, pendekatan new normal yang digaungkan oleh pemerintah sebagai titik temu atau titik keseimbangan untuk mengakomodasi kepentingan kesehatan (keselamatan jiwa) dan kepentingan ekonomi nampaknya belum memberikan efek derivasi yang positif. Perekonomian baik makro maupun mikro masih kembang-kempis, sedangkan grafik Covid-19 juga belum menunjukkan angka penurunan yang berarti. Angka positif maupun korban jiwa terus meningkat saban hari.

Jalan keluar untuk menghadapi Covid-19 sendiri menurut penulis ada tiga yang harus dilakukan secara integral, yakni: pendekatan sains (penemuan vaksin), integrasi sistem, serta konsolidasi dan solidaritas seluruh elemen bangsa termasuk masyarakat. Menurut hemat saya, semua daya dukung negara termasuk pada pemuda harus dioptimalisasi dan aware terhadap tantangan aktual yang mengancam bagi eksistensi dan keutuhan NKRI.

Di tengah pandemi corona para pemuda hendaknya mampu mempraksiskan nilai-nilai kepemimpinan yang reflektif dan inovatif untuk turut membantu pemerintah dalam penanganan Covid-19. Basic values dari pada spirit kepemimpinan Sumpah Pemuda saya kira masih cukup relevan untuk diterapkan meski dengan modifikasi dalam praksisnya sesuai dengan kebutuhan, kondisi zaman, dan tantangan yang dihadapi. Pemuda harus mampu mengejawantahkan spirit kepemimpinan muda sebagai wujud soliditas, sinergitas, dan konsolidasi dari spirit nasionalisme dan relasi kewargaan.

Praksis Spirit Kepemimpinan Muda di Tengah Pandemi Corona

Menurut Wahjosumidjo (1987) kepemimpinan adalah kemampuan seseorang yang meliputi kepribadian, kapasitas, serta kesanggupan yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan, gaya, dan perilaku pemimpin serta interaksinya terhadap situasi. Selanjutnya menurut George R. Terry (1972) kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain untuk mewujudkan tujuan organisasi. Jika kita telaah dari dua pengertian kepemimpinan menurut Wahjosumidjo dan George R.Terry, maka esensi kepemimpinan selalu erat dengan aksi dan inspirasi. Tindakan dan keteladanan.

Sejalan dengan hal tersebut, maka di tengah tantangan dan kondisi sulit akibat pandemi Covid-19, para pemuda Indonesia hendaknya memegang peranan aktif dalam spirit kepemimpinan. Pemuda dengan segala sumber daya dan aksesbilitasnya sejujurnya memiliki potensi yang cukup strategis untuk didayagunakan sebagai modal sosial guna membantu pemerintah dalam rangka penanggulangan Covid-19. Fisik, jejaring, semangat, dan penguasaan iptek menjadi nilai plus yang begitu lekat dengan entitas hidup pemuda. Spirit-spirit kepemimpinan muda pada saat peristiwa Sumpah Pemuda pun hendaknnya menjadi sumber inspirasi untuk direfleksikan para pemuda Indonesia generasi saat ini. Berikut beberapa spirit kepemimpinan muda yang cukup relevan untuk dipraksiskan di tengah pandemi Covid-19 yang berakar dari basic values peristiwa Sumpah Pemuda.

Pertama, kepemimpinan kolaboratif-inklusif. Adalah kepemimpinan dengan pendekatan kolaborasi dengan merangkul berbagai dimensi perbedaan. Secara praksis, para pemuda hendaknya memanfaatkan jejaring dan komunitas yang dimilikinya guna membangun kekuatan kolaborasi-inklusif sebagai modal sosial untuk mendukung penanggulangan Covid-19. Misalnya dengan mengorganisir jejaring dan komunitasnya untuk melakukan kerja-kerja sosial, seperti: menghimpun dana dari berbagai sumber untuk membantu korban terdampak Covid-19, membagikan masker kepada warga yang kurang mampu, membagikan bahan makanan pokok, membagikan vitamin dll.

Dan yang lebih penting, hendaknya para organisasi kepemudaan bersatu dan membangun konsolidasi guna merancang strategi-strategi by design dalam mendukung upaya penanggulangan Covid-19 seperti halnya dahulu dilakukan oleh para organisasi kepemudaan yang mampu membangun konsolidasi Sumpah Pemuda untuk menyatukan visi mencapai Indonesia merdeka.

Kedua, kepemimpinan kreatif-inovatif. Adalah kepemimpinan dengan pendekatan kreatifitas dan pembaharuan untuk tercapainya tujuan. Secara praksis, para pemuda hendaknya mampu memanfaatkan media sosial dan gadget yang dimilikinya untuk memberikan semacam edukasi maupun advokasi mengenai pentingnya melaksanakan protokol kesehatan kepada masyarakat dengan visualisasi yang menarik, sehingga pesan yang disampaikan bisa mengendap dalam afeksi-psikologis masyarakat. Sosialisasi protokol kesehatan sendiri pada prinsipnya perlu dilakukan secara masif dan repetifif. Oleh karena itu, para pemuda harus mengambil peran strategis di sini untuk membantu upaya pemerintah dalam rangka mensosialisasikan pentingnya melaksanakan protokol kesehatan.

Ketiga, kepemimpinan filantropi-nasionalistik. Adalah kepemimpinan dengan pendekatan kepedulian terhadap keutuhan dan stabilitas negara. Sebagaimana kita ketahui bersama implikasi dari adanya Covid-19 adalah terganggunya stabilitas ekonomi maupun stabilitas sosial yang eksesnya cukup berbahaya bagi keutuhan dan stabilitas negara. Situasi ini pun diperparah dengan maraknya hoax-hoax yang sangat riskan menyebabkan konflik horizontal maupun distrust terhadap upaya penanggulangan Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah. Oleh karena itu, para pemuda harus mengambil peran filantropi-nasionalistik untuk menangkal hoax-hoax tersebut dengan memberikan informasi dan penghetahuan yang benar.

Maka dari itu, pada pemuda hendaknya membekali dirinya dengan bekal penghetahuan dan literasi yang cukup sebelum melakukan perang melawan hoax-hoax yang mengancam keutuhan dan stabilitas negara di tengah pandemi Covid-19.

Editor : samuderakepri.co.id

RELATED ARTICLES

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

- Advertisment -

Most Popular

Eksplorasi konten lain dari Samudera Kepri

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca