Yasonna Sampaikan Isu Keimigrasian dan Kewarganegaraan di Oxford

0
71

samuderakepri.co.id, Oxford – Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly berpartisipasi dalam konferensi internasional yang diselenggarakan oleh Pusat Internasional untuk Studi Hukum dan Agama, Universitas Brigham Young, bekerja sama dengan Sekolah Hukum Notre Dame dan Universitas Oxford. Konferensi ini bertujuan untuk menggalang dukungan global untuk menetapkan Hari Martabat Manusia melalui Resolusi Majelis Umum PBB. Resolusi ini diharapkan dapat memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap martabat manusia sebagai hak asasi manusia yang paling mendasar.

Ikuti berita populer lainnya di Google News SAMUDERAKEPRI

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp SAMUDERA KEPRI

Konferensi yang bertema “Perspektif Peradaban mengenai Martabat Manusia” (Civilizational Perspectives on Human Dignity) ini dihadiri oleh sekitar 150 peserta dari berbagai negara, yang terdiri dari para ahli hukum internasional dan para aktivis hak asasi manusia. Sebagai pembicara utama, Yasonna menyampaikan bahwa martabat manusia adalah konsep yang dapat dipahami dari berbagai sudut pandang yang berbeda, sesuai dengan keragaman budaya yang ada di dunia. Namun, hal ini tidak mengurangi hak setiap manusia untuk diperlakukan secara terhormat tanpa diskriminasi.

“Perbedaan pandangan tentang martabat manusia tidak menghapuskan hakikat bahwa setiap individu berhak diperlakukan secara terhormat, tanpa memandang latar belakang, ras, jenis kelamin, atau status sosial seseorang,” kata Yasonna. Yasonna juga menekankan bahwa martabat manusia berkaitan erat dengan keadilan sosial dan perlakuan yang adil. “Konsep martabat manusia sangat terkait dengan Hak Asasi Manusia, karena HAM menciptakan tatanan yang menjunjung martabat setiap manusia,” tambah Yasonna. Dalam konferensi tersebut, Yasonna menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia telah menetapkan prioritas pelindungan HAM di Indonesia ditujukan pada kelompok-kelompok yang paling rentan dan terpinggirkan, seperti orang lanjut usia, anak-anak, perempuan, fakir miskin, dan penyandang disabilitas.

Salah satu program yang diluncurkan oleh pemerintah Indonesia adalah pemberian bantuan hukum gratis bagi masyarakat tidak mampu sebagai bentuk akses terhadap keadilan yang merata bagi semua masyarakat. Selain itu, Yasonna juga menyatakan bahwa pemerintah Indonesia menjamin kebebasan beragama bagi segenap masyarakat Indonesia, sesuai dengan Pancasila sebagai dasar dan falsafah resmi negara Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, dan Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Sebagai tindak lanjut dari konferensi Oxford ini, Indonesia akan menjadi tuan rumah “Konferensi Internasional tentang Literasi Agama Lintas Budaya”, bekerja sama dengan Brigham Young University Law School, Sekretariat Internasional Kebebasan Beragama, dan Templeton Religion Trust, pada tanggal 13 -14 November 2023 di Jakarta. Konferensi ini diselenggarakan dalam rangka memperingati 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dengan tema “Martabat Manusia dan Aturan Hukum untuk Masyarakat yang Damai dan Inklusif.” Selain itu, dalam kunjungan kerjanya ke Oxford University, Menteri Hukum dan HAM juga bertemu dengan 100 mahasiswa dari berbagai universitas yang tergabung dalam Perkumpulan Pelajar Indonesia (PPI) Oxford, serta diaspora Indonesia yang tinggal di Inggris.

Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly mengunjungi Oxford University untuk menyampaikan berbagai isu yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan HAM, khususnya mengenai keimigrasian dan kewarganegaraan. Dalam kunjungan tersebut, Yasonna juga berpartisipasi dalam konferensi internasional yang bertujuan untuk menggalang dukungan global untuk menetapkan Hari Martabat Manusia melalui Resolusi Majelis Umum PBB. Resolusi ini diharapkan dapat memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap martabat manusia sebagai hak asasi manusia yang paling mendasar.

Dalam isu keimigrasian, Yasonna menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia memberikan fasilitas keimigrasian bagi diaspora dan repatriasi ex Warga Negara Indonesia melalui Izin Tinggal Keimigrasian (ITK). Selain itu, pemerintah Indonesia akan mengeluarkan kebijakan baru mengenai Golden Visa atau Visa Rumah Kedua sebagai upaya untuk menarik tenaga profesional dan pebisnis untuk tinggal di Indonesia dalam waktu yang lama sesuai ketentuan yang berlaku. “Kebijakan terbaru adalah Visa Rumah Kedua. Indonesia mengincar pelintas-pelintas berkualitas untuk berinvestasi dan memberikan keuntungan kepada Indonesia,” ujar Yasonna.

Untuk ex Mahasiswa Indonesia Ikatan Dinas (MAHID), pemerintah telah menetapkan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat. Melalui kebijakan ini, Kemenkumham dapat memberikan kemudahan fasilitas keimigrasian bagi ex MAHID yang ingin kembali ke Indonesia. Mengenai isu kewarganegaraan, Yasonna menyampaikan kepastian hukum bagi anak-anak berkewarganegaraan ganda, dimana Presiden Joko Widodo pada tanggal 31 Mei 2022 telah mengeluarkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 21 tahun 2022 yang mengatur tentang Kewarganegaraan. “Dengan PP ini, anak-anak hasil perkawinan campur yang lahir sebelum berlakunya UU Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, dan anak yang lahir di negara Ius Soli, dapat memperoleh Kewarganegaraan RI melalui mekanisme permohonan pewarganegaraan kepada Presiden paling lambat 2 tahun setelah PP disahkan, yaitu 31 Mei 2024 nanti,” jelas Yasonna.

Sebagai tindak lanjut dari konferensi Oxford ini, Indonesia akan menjadi tuan rumah “Konferensi Internasional tentang Literasi Agama Lintas Budaya”, bekerja sama dengan Brigham Young University Law School, Sekretariat Internasional Kebebasan Beragama, dan Templeton Religion Trust, pada tanggal 13 -14 November 2023 di Jakarta. Konferensi ini diselenggarakan dalam rangka memperingati 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dengan tema “Martabat Manusia dan Aturan Hukum untuk Masyarakat yang Damai dan Inklusif.” Dalam kesempatan ini, Yasonna juga bertemu dengan 100 mahasiswa dari berbagai universitas yang tergabung dalam Perkumpulan Pelajar Indonesia (PPI) Oxford, serta diaspora Indonesia yang tinggal di Inggris. Yasonna berpesan agar para pelajar Indonesia di Oxford untuk memanfaatkan kesempatan belajar dengan baik sehingga dapat meningkatkan kemampuan akademik, maupun interaksi dengan lingkungan sekitar. Hal itu akan menjadi bekal untuk masa depan sehingga dapat berkontribusi pada pembangunan Indonesia pada saat kembali ke Indonesia.(***)

 

 

Tinggalkan Balasan